TUBABA – Polemik yang terjadi dikalangan masyarakat terkait sumbangan dari wali murid untuk biaya sekolah, kini kembali menjadi pembicaraan hangat di masyarakat luas khususnya di Kabupaten Tulang Bawang Barat.
Bukan tanpa hal, situasi sulit saat pandemi sa’at ini membuat keluhanan tersendiri bagi para wali murid yang ingin menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah baik sekolah negeri maupun swasta.
Seperti halnya beberapa wali murid SMA Negeri 1 Tumijajar Tubaba, yang sempat kami konfirmasi yang enggan sebutkan nama inisial Aa mengatakan sangat lah keberatan dengan adanya sumbangan yang ditetapkan sebesar Rp. 3.750.000 per tahun., Rabu 08/09/2021.
Sumber juga mengatakan situasi saat ini membuat mereka sangat mengharapkan keringanan dari pihak sekolah.
Saat kami konfirmasi ke pihak Kepala Sekolah SMAN 1 Tumijajar Mohammad Najamuddin, M.Pd, mengatakan bahwa bahwa pihaknya melalui Komite Sekolah telah mewajibkan wali murid untuk memberikan sumbangan kepada pihak sekolah untuk biaya Kegiatan sekolah.
“Kami tidak setuju dengan kata-kata diminta sumbangan, namun orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya punya kewajiban untuk memberikan sumbangan karena banyaknya kebutuhan sekolah yang harus diselesaikan, dan itupun sudah melalui pengajuan ke komite sekolah,” Ucapnya.

Lebih lanjut kepala sekolah juga menyoal terkait dana biaya operasional sekolah (BOS) yang keguananya dinilai kurang mencukupi kebutuhan di sekolah yang ia pimpin. Dan pihak sekolah juga mengarahkan kepada wali murid yang kurang mampu untuk datang ke sekolah dengan surat keterangan tidak mampu dari desa dan prosedur yang ada.
Anggota komite sekolah Soderi Helimi juga mengatakan sumbangan ini sudah berdasarkan rapat komite sekolah.

Hasil data yang kami dapatkan, dasar hukum yang diterapkan pihak komite sekolah berdasarkan pasal 1 ayat 5 Permendikbud no. 75 tahun 2016, pergub No. 61 tahun 2020 dan rapat Komite pihak sekolah dan wali murid.

Pergub nomor 61 tahun 2020 tersebut menjadi payung hukum sekaligus acuan pihak sekolah dalam melakukan penerimaan sumbangan dari wali murid yang selama ini kerap dipersoalkan, hanya saja Pergub tersebut mengharuskan pihak sekolah untuk menggratiskan biaya bagi siswa yang berasal dari golongan keluarga miskin.
Untuk diketahui bersama, Pergub nomor 61 tahun 2020 tersebut, pada Bab I tentang ketentuan umum pasal 5, disebutkan sumbangan pendidikan yang selanjutnya disebut dengan sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/wali perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela dan tidak mengingat satuan pendidikan.

Artinya, bentuk sumbangan ini bersifat sukarela dan tidak mengikat, dan sangat disayangkan jika ada penerapan nominal yang ditentukan sehingga memberatkan wali murid terlebih dimasa pandemi covid 19 ini, yang mana ekonomi masyarakat masih sangatlah dalam masa sulit.
Untuk diingat beberapa bulan yang lalu Ombudman perwakilan lampung sempat dan telah membuka posko pengaduan agar masyarakat yang merasa keberatan dapat mengadukan dan melaporkan bila terjadi penarikan pungutan dan sumbangan dari sekolah atau komite sekolah yang berakhir 23 /03 lalu.
Disampaikan Kepala Ombudsman Lampung Nur Rakhman19/03 lalu dikutip dari Republika.co.id mengatakan kepada masyarakat atau orang tua yang kurang mampu secara ekonomi, dia berharap tidak perlu takut dan khawatir atas pelaporan dan pengaduan kepada pihak Ombudsman. Menurut dia pengaduan dari masyarakat sangat penting untuk memperbaiki pelayanan publik bidang pendidikan.
Untuk pengetahuan bersama, berdasarkan aturan yang tertera diatas, yang dimaksud dengan Bantuan Pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya, dengan syarat yang disepakati para pihak.
Sumbangan Pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa/ oleh peserta didik, orang tua/walinya, baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan.
Kemudian Pungutan Pendidikan adalah penarikan uang oleh Sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan.
Sebelumnya, dikutip dari keterangan Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) Dian Wahyuni menyatakan pemerintah lewat peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, mengizinkan komite sekolah untuk melakukan penggalangan dana untuk sejumlah keperluan. Namun, penggalangan dana tersebut bersifat sukarela, berbeda dari pungutan yang sifatnya wajib.
“Penggalangan dana oleh komite sekolah itu berbentuk bantuan dan sumbangan, bukan pungutan,” kata Dian, Kamis (10/6/2021) lalu dikutip beritasatu.com.
Pernyataan Dian disampaikan sehubungan dengan kasus penikaman yang menimpa kepala Sekolah Dasar (SD) Inpres Ndora, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), bernama Adelvina Azi (59) pada Selasa (8/6/2021) lalu, Adelvina meninggal dunia setelah ditikam oleh oknum orang tua berinisial DD (45), warga Nagemi, Desa Ulupulu 1, yang tersinggung karena anaknya dipulangkan dan tidak diizinkan mengikuti ujian oleh pihak sekolah karena menunggak uang komite.
Dian mengutip Pasal 10 ayat 2 Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 menyebutkan bahwa penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.
“Kalau bantuan itu sifatnya tidak rutin, namanya juga bantuan. Bantuan bisa dari pemerintah, masyarakat. Sumbangan juga sama, tidak ditentukan waktunya, tidak rutin,” ujarnya.
(Madi/tim)






