Beranda Nasional JAKARTA Ketua Presidium FPII Kecam Keputusan Hukum Wilson

Ketua Presidium FPII Kecam Keputusan Hukum Wilson

303
0

JAKARTA  | Ketua Presidium Forum Pers Independent Indonesia (FPII) Dra. Kasihhati mengecam keras prilaku sejumlah oknum aparat penegak hukum, yang menangani perkara hukum Ketum PPWI Wilson Lalengke.

“APH disana (lampung timur – red) telah berlaku zolim terhadap pak Wilson,” tegas Kasihhati sesaat setelah tiba di Bandara Udara Internasional Soekarno Hatta Jakarta, rabu (6/7/2022).

Menurut Kasihhati, dalam penanganan perkara hukum yang menimpa Ketum PPWI, APH di Lampung Timur seperti lagi mempertontonkan sebuah parodi, ada aktor ada sutradaranya.

“Pak Wilson itu, udah banyak jasa lho untuk mengembangkan kebebasan dan kemerdekaan pers indonesia, bahkan seringkali jadi instruktur dalam diklat jurnalis yang diadakan institusi APH, lalu hanya perkara merobohkan bunga, sampai divonis 9 bulan, gila benar !!” Ucapnya.

Menurutnya, Putusan Pengadilan Negeri (PN) Lampung Timur, senin (4/7/2022), yang menvonis 9 bulan penjara kepada Wilson Lalengke adalah sebuah preseden buruk.

“Hanya robohkan karangan bunga, divonis 9 bulan, ini kebangetan dan nggak masuk akal, dan juga akan menjadi preseden buruk jika dibiarkan, makanya harus segera dilawan” tegasnya.

Karenanya, Kasihhati menginstruksikan kepada seluruh jajaran presidium, setwil dan korwil FPII se indonesia, untuk memberikan atensi dan perhatian terhadap perkara hukum yang menimpa Ketum PPWI Wilson Lalengke.

“Saat ini pak Wilson yang dizholimi seperti itu, bisa jadi besok kita dan tokoh pers lain juga diperlakukan seperti itu,” ujar Kasihhati.

Lebih lanjut dirinya menyampaikan, Hakim PN Sukadana, Lampung Timur, Provinsi Lampung yang terdiri dari 3 (tiga) orang perempuan, menjatuhkan vonis 9 (sembilan) bulan terhadap alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A, pada senin (4/7/2022).

“Putusan PN Sukadana itu sangat memalukan Bagaimana tidak? Sebagaimana terungkap selama persidangan, ada 71 kejanggalan dan kebohongan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) para saksi, baik saksi pelapor, saksi fakta, saksi korban, maupun ahli pidana dan ahli psikologi yang janggal, tidak singkron, alpa alias salah ketik, copy-paste, dan bohong alias palsu, tidak dijadikan pertimbangan Majelis Hakim,” tuturnya.

“Majelis Hakim yang seluruhnya perempuan itu, yakni Diah Astuti, dan jajaran malah seolah-olah mengikuti langgam irama rekayasa kasus dari mulai kepolisian hingga mempertontonkan dagelan hukum di persidangan.

“Ini benar-benar memalukan Para penegak hukum malah mengubur fakta-fakta kebenaran, demi mempertahankan kebohongan di atas kebohongan,” ujar kasihhati.

“Harusnya Wilson Lalengke vonis bebas. Kasus ini sebenarnya kasus ringan. Kasus ecek-ecek. Hanya menjatuhkan papan bunga, dan tidak rusak. Nggak ada kerugian, nggak ada yang cidera dan tidak mematikan orang lain. Tidak sesuai dengan isi pasal 170 KUHPidana yang mengisyaratkan kerusakan, kerugian dan ancaman membahayakan orang lain. Bener-bener nggak cocok dengan pasal yang dikenakan,” ungkap kasihhati menahan marah.

Sejak awal kasus perobohan papan bunga di halaman Polres Lampung Timur ini sangat kental rekayasa, untuk menyeret Wilson Lalengke, dan kawan-kawan ke penjara. Sangat kuat dugaan, Hakim memutuskan vonis 9 bulan dari tuntutan JPU 10 bulan, hanya untuk memenuhi syahwat kekuasaan para penegak hukum Lampung Timur, yang di belakangnya ditengarai ada Rio, oknum pengusaha bermental bandit tak bermoral yang diberitakan selingkuh dengan isteri orang.

“Coba disimak kembali, siapa yg tidak berbohong dalam kasus ini? Dari mulai pelapor, Kapolres, Penyidik, Tokoh Adat, Tukang Bunga, bahkan JPU juga sekonyong-konyong berpihak pada para pembohong. Dan buktinya lagi, Restorative Justice juga keok di kandang Kejaksaan Negeri Lampung Timur,” bebernya.

Anehnya lagi, lanjut kasihhati yang melapor itu, polisi Syarifuddin, orang Humas Polres Lampung Timur, tapi yang ikut sakit hati katanya para Tokoh Adat. Padahal, mereka tidak melaporkan kejadian tersebut, dan di putusan hakim, jelas-jelas tidak ada kaitannya dengan pengaruh para Tokoh Adat yang sakit hati.

Juga tukang bunga yang bohong besar, memblow-up harga papan bunga menjadi Rp. 9.000.000. Padahal orang sejagad juga tahu, harganya cuma Rp. 300.000 per unit, sebagaimana struk pemesanan yang pernah dilakukan pihak PPWI. Dari fakta persidangan, para pemilik papan bunga tidak bisa menunjukkan kerusakan yang dialami papan bunga.

“Apa ini namanya tidak bohong? Tapi kenapa juga para Hakim mempercayai keterangan palsu ini? Kenapa Hakim yang disebut Yang Mulia tidak bisa memuliakan dirinya dengan menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan?”

“Kita akan soroti terus, kemanapun mereka-mereka itu bertugas. Itu sudah merupakan tugas ‘social control’ terhadap aparat penegak hukum dan abdi Negara,”

Terakhir kata kasihhati, saya Heran kok hakim yang notabene perempuan semua nggak punya hati nurani dan sepertinya lebih suka membela oknum oknum bejad peselingkuh, seharusnya bukan hanya indra dan Wilson yang dihukum tapi yang memberikan uang kepada indra itu harus dihukum sudah jelas dalam aturan undang undang pemberian dan penerima harus dihukum,disini terlihat jelas kalau hakim dan aparat sudah mempermainkan hukum’, tutup kasihhati.

Sumber : Presidium FPII /SUF

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini