LAMPUNG UTARA Lampung.sumselnews.co.id |Kepolisian Polres Lampung Utara dan kejaksaan negeri, menggelar rekonstruksi kasus dugaan penganiayaan terhadap anak dibawah umur di Desa Negeri Ujung Karang, Kecamatan Muara Sungkai, Lampung Utara, yang mengakibatkan korban diduga mengalami traumatis berkepanjangan.
Proses reka ulang kasus kekerasan anak di bawah umur diwarnai tangisan korban sepanjang proses rekonstruksi yang berlangsung di TKP. Pada, Selasa (28/11/2023).
Proses rekonstruksi pun sempat molor, yang seharusnya dijadwalkan akan dimulai pukul 9:00 WIB, namun baru dimulai pada pukul 11.00 WIB, lewat.
Berdasarkan pantauan di lapangan, rekonstruksi ulang itu pun berlangsung lama. Sebab, korban bersama saksi yang masih bersekolah SD itu menangis tiada henti. Sehingga petugas berusaha menenangkan, hingga proses di lapangan dapat dilaksanakan.
Begitu juga dengan proses rekonstruksi yang berulang. Dengan melihat BAP akhirnya rekonstruksi ulang dapat berjalan untuk mencari kebenaran, lantaran ada dua versi berbeda.
Tampak hadir dalam reka ulang itu, pihak Polres Lampura di pimpin oleh Kanit PPA dan Inafis. Sementara dari Kejaksaan Negeri, satu orang JPU, Desi, dan korban, yang merupakan anak di bawah umur didampingi oleh pelapor, Sodri (50), merupakan orang tuanya serta terlapor, Lina Kris Purwati Ningsih (33), beserta sang suami.
Rekonstruksi dimulai dari rumah pelaku, lantas ke warung tempat kejadian berlangsung. Yakni milik pelaku, atau terlapor Lina. Dari versi korban, batu Es itu dilempar dengan jarak 1,5 meter dan pelaku bilang hanya terjatuh dan mengenai kaki korban, atau anak di bawah umur tersebut.
Keluarga Korban Kecewa
Pihak keluarga menyayangkan kejadian itu, namun tak bisa berbuat banyak. Ia berharap hal itu dilakukan hanya kali ini saja, dan penyidik dapat menarik benang merah dalam peristiwa itu.
Mereka berharap aparat penegak hukum dapat memberikan keadilan seadil-adilnya kepada keluarga korban. Sebab, telah melukai perasaan, karena menyebabkan korban, atau sang anak mengalami trauma yang dalam.
“Bisa dilihat bang, itu anak saya sepanjang rekonstruksi ulang menangis saja, sebab apa? trauma berkepanjangan, dan takut kepada pelaku,” kata Sodri di sela-sela rekonstruksi ulang siang.
Untuk itu pihaknya menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada aparat penegak hukum (APH). Serta dapat berlaku adil, dan menegakkan peraturan sesuai kejadian dialami keluarga korban.
“Perasaan kami sakit bang, sejak kejadian anak kami mengalami shock dan trauma mendalam. Jangankan datang ke rumah pelaku, ke kampung ini saja dia sungkan. Tadi saja, kalau tidak dibujuk sulit membawa kemari,” tambahnya.
Sehingga, wajar bila sepanjang rekonstruksi ulang korban terus menangis. Sodri juga mengaku bukan tidak berusaha, pihaknya juga telah menghubungi dinas perlindungan anak (DP3A) namun semuanya seperti berjalan sendiri.
“Gimana enggak sendiri bang, ini saja kita lagi proses rekonstruksi ulang tidak ada pendamping. Apalagi lawyer, mereka saja ada kuasa hukum meski tidak tampak di luar,” jelasnya.
Sodri juga mengaku, jika selama ini pelaku seperti tidak ada kejadian yang berpihak kepadanya, sehingga ia berharap pelaku dapat dikenai kurungan, atau ditahan untuk mengobati luka korban dan keluarga.
Terlapor Mengaku Tak Lempar.
Di sisi lain, terlapor, Lina Kris Purwati Ningsih (33) mengelak bila dikatakan melempar korban. Dia beralibi batu es itu jatuh dari tangan hingga mengenai kaki kanan sang anak, meski hal tersebut tampak rancu.
“Kami sudah mencoba mediasi, tapi tidak ada. Sehingga kami takut, dan saat ini memilih pindah serta menjual rumah,” tambahnya.
Dia berharap permasalahan itu dapat cepat selesai, dan dia bersama keluarga dapat hidup aman di lingkungan barunya.
Sementara itu, Kepolisian dan Kejaksaan masih bungkam
Saat dimintai keterangan kejelasan, Kanit PPA, Satreskrim Polres Lampura, IPDA Darwis masih belum memberikan keterangan resminya. Dengan alasan, belum ada surat diterima dari kejaksaan hingga saat ini. Sehingga menilai wewenang masih berada di kejari.
Hal serupa disampaikan,
Kejaksaan Negeri Lampura, Kasi Intel Kejari Lampura, Guntoro J Saptoedi mengungkapkan dirinya akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kajari.
Peristiwa bermula disaat korban atau anak dibawah umur itu, disuruh orang tuanya membeli batu Es di warung terduga pelaku atau Lina sebagai terlapor, 7 bulan yang lalu.
Sodri menambahkan rekonstruksi yang digelar terdiri atas 9 adegan itu menguraikan peristiwa.
“Ada 9 adegan dengan beberapa poin di situ,” ujar Sodri saat dihubungi wartawan media melalui telepon selulernya.
Sampai berita ini diterbitkan belum, didapat konfirmasi jelas dari pihak kejaksaan. (Madi Tubaba)